Sengketa Tanah Jero Kepisah di Denpasar Mencuat, Kuasa Hukum Pertanyakan Status P21

Senin, 28 Oktober 2024 20:13 WITA

Card image

Penasihat hukum Jro Kepisah, Drs Anak Agung Ngurah Agung.  (Foto: Dok.Ady)

Males Baca?

DENPASAR – Sengketa tanah keluarga Jero Kepisah di Denpasar kembali memanas dengan sorotan pada proses penetapan status berkas perkara lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. 

Kuasa hukum Jero Kepisah, Dr. Drs. Agung Ngurah Agung, SH, MH, CLA, menyampaikan keberatannya terhadap status P21 ini dalam konferensi pers pada Minggu (27/10/2024).

Dalam pernyataannya, Agung menyebutkan adanya kejanggalan dalam proses penetapan P21 pada kasus ini, yang menurutnya tidak sesuai prosedur. "Dasar P21 ini sangat ganjil dan berpotensi mencederai keadilan yang seharusnya menjadi hak semua pihak," ujar Agung.

Agung mengungkapkan, dalam penyidikan terdapat sejumlah petunjuk jaksa yang harus dipenuhi sebelum perkara dinyatakan lengkap. Ia mempertanyakan apakah petunjuk tersebut sudah dipenuhi oleh pihak penyidik. "Saya heran sekali, petunjuk-petunjuk jaksa yang selama ini diberikan saat status P19, apakah sudah terpenuhi atau belum. Ini sangat krusial, terutama terkait dengan masalah tanah yang memerlukan pendalaman yang cermat," jelasnya.

Menurut Agung, pemenuhan petunjuk jaksa sebelum masuk tahap P21 adalah hal yang penting untuk memastikan keadilan. "Apapun alasannya, petunjuk jaksa yang ada harus dipenuhi dulu. Masalah kepemilikan pertanahan ini sebenarnya jelas. Asas kepemilikan tanah harus diutamakan demi kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," tambahnya.

Agung juga menekankan bahwa tanah yang diperebutkan telah dikuasai oleh keluarga Jero Gde Kepisah selama empat generasi. Tanah ini memiliki nilai historis dan kultural yang penting bagi keluarga tersebut. "Tanah ini dikuasai turun-temurun hingga empat generasi, bahkan saat ini juga ada lembaga keagamaan yang terkait dengan tanah tersebut," jelas Agung.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa kliennya telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut, yang menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) memiliki kekuatan hukum tertinggi. "Klien kami sudah memiliki sertifikat, dan dalam UUPA, sertifikat hak milik memiliki kekuatan hukum paling tinggi dalam dokumen kepemilikan tanah. Ini seharusnya menjadi pertimbangan serius bagi pihak berwenang," katanya.

Agung juga merujuk pada surat dari Kejaksaan Agung yang menggarisbawahi pentingnya kejelasan alas hak dan bukti sebelum menetapkan status dalam perkara pertanahan. "Pelapor seharusnya diminta untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar berhak atas tanah yang diklaim. Aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun kepolisian, perlu berhati-hati dan cermat dalam menangani kasus ini," tegasnya.

Keluarga Jero Gde Kepisah berharap agar pihak berwenang memberikan perhatian serius terhadap kasus ini serta menjalankan proses hukum dengan transparansi dan keadilan. Mereka menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya