Tom Lembong Tersangka Korupsi, Langsung Ditahan di Rutan Salemba
Rabu, 30 Oktober 2024 10:15 WITA
Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi, Selasa (29/10/2024).
Males Baca?JAKARTA – Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016. Kedua tersangka adalah Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong (TTL), yang saat itu menjabat Menteri Perdagangan, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., menyatakan bahwa keduanya langsung ditahan usai penetapan status tersangka pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Penahanan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50/F.2/Fd.2/10/2024 dan Nomor 51/F.2/Fd.2/10/2024. "Para tersangka kami tahan untuk 20 hari ke depan. Tersangka TTL ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan CS di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," ujar Dr. Harli Siregar, Selasa (29/10).
Kasus ini berawal dari rapat koordinasi pada Mei 2015, yang mengonfirmasi bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor. Namun, izin importasi gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton tetap dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada PT AP, tanpa koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, sehingga tidak sesuai prosedur. Selain itu, persetujuan impor diberikan kepada perusahaan swasta, bukannyah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seharusnya berwenang dalam hal ini.
Penyidikan Kejaksaan Agung menemukan bahwa pengadaan gula kristal putih (GKP) melalui skema ini melibatkan perjanjian antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, dengan PT PPI mendapatkan fee Rp105/kg atas impor GKM yang dilakukan. “Dari sini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp400 miliar yang seharusnya menjadi keuntungan negara atau BUMN, tetapi jatuh ke tangan swasta,” tambah Harli.
Dalam proses impor, perusahaan swasta menjual gula dengan harga Rp16.000/kg ke masyarakat, yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp13.000/kg. “Seharusnya gula tersebut dipasarkan melalui operasi pasar, namun dijual oleh distributor dengan harga yang membebani masyarakat,” jelas Harli.
Kedua tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Rudy
Komentar