Jaksa Agung : Pelaku Pungli Akan Dijerat Pasal Pemerasan

Rabu, 10 Januari 2018 21:34 WITA

Card image

Jaksa Agung HM Prasetyo

Males Baca?

MCWNews - Jakarta | Maraknya kasus pungutan liar atau pungli yang terjadi hampir di seluruh pelosok negeri membuat Jaksa Agung HM Prasetyo mengkaji ulang kasus pungli untuk dikenakan pasal pemerasan, bukan lagi pasal korupsi. Menurutnya kasus korupsi harus disidangkan di Ibu Kota Provinsi sehingga menyulitkan aparat penegak hukum di pelosok daerah.

"Kami sedang berpikir apakah kasus seperti ini bisa dinyatakan sebagai pemerasan sehingga itu bisa cukup dikenakan KUHP saja. Yang dikenakan hanya yang meminta, atau yang memeras. Ini sedang kita coba kita formulasikan apakah mungkin menerapkan itu," ujar Prasetyo di kantornya, Jakarta, Selasa (9/1) lalu. 

Prasetyo menilai kajian tersebut muncul karena jumlah uang kerugian akibat pungli kecil. Sementara untuk menyidangkan perkara pungli jika pungli masuk kategori kasus korupsi maka harus disidangkan di Ibu Kota provinsi karena Pengadilan Negeri Tipikor hanya ada di tingkat provinsi.

"Misalnya, kita mengalami persoalan di bidang biaya operasional. Kalau perkara saber pungli dinyatakan sebagai korupsi, saya nggak tahu bagaimana penyelesaiannya nanti ketika jumlahnya cukup banyak," imbuh Prasetyo. 

"Kita perlu tahu bahwa perkara korupsi, penanganannya hanya bisa dilakukan di Ibu kota provinsi. Bagaimana kalau hasil saber pungli di Merauke jumlahnya Rp 60 ribu sidangnya harus di Jayapura? Kalau saber pungli di Nias sana jumlahnya Rp 1 juta sidangnya harus di Medan? Bagaimana kalau saber pungli di Cilacap jumlahnya Rp 500 ribu sidangnya harus di Semarang? Ini problem yang kita hadapi saat ini," sambungnya. 

Pihaknya meminta agar penegak hukum memisahkan apa yang dimaksud dengan suap dan pungli. Menurutnya pungli adalah orang yang aktif meminta dengan paksa berbeda dengan korupsi yang kedua pihak sepakat bekerjasama. 

"Saya pernah katakan bahwa disini harus kita pilah-pilah antara suap dan pungli. Kalau pungli itu kan pungutan liar, berarti yang aktif adalah yang meminta. Misalnya, yang memberikan itu pemberiannya saya rasa bukan sukarela tetapi terpaksa. Tapi kalau dikatakan korupsi, dia pun harus dikenakan pertanggungjawaban pidana. Apakah itu adil?" kata Prasetyo. 

Ia menyebut korban pungli sangat segan melaporkan diri. Menurutnya sangat berbeda antara korban pemerasan dan pelaku penyuap. 

"Di sini berbeda antara menyuap dengan diminta, diperas," ucapnya. 

Sementara itu saat ini dia sedang mencari formula tepat untuk menyelesaikan kasus pungli. Hal itu mempertimbangkan beban operasional kasus dan lainnya. 

"Jadi saber pungli ini perlu penelaahan lebih dalam lagi mengenai begaimana perkara saber pungli. Kita memang perlu pungli dihapuskan, ditiadakan, tetapi cara penanganannya harus tepat," tuturnya.

(timmcwnews)


  • TAGS:

Komentar

Berita Lainnya