Ditetapkan Tersangka KPK, Eks Kepala BPN Riau Terima Suap dari Petinggi PT Adimulia Agrolestari 

Jumat, 28 Oktober 2022 02:15 WITA

Card image

Konferensi Pers Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Suap Terkait Pengurusan Perpanjangan HGU di Kanwil BPN Riau, Jumat (28/10/2022) Foto: satrio/mcwnews.

Males Baca?


JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan (BPN) Riau, M Syahrir (MS) sebagai tersangka. Ia ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Riau.

Syahrir ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. Kedua orang lainnya tersebut yakni, Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya (FW) dan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR). Syahrir ditetapkan tersangka penerima suap. Sedangkan Frank Wijaya dan Sudarso, tersangka pemberi suap.

"KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana sehingga meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022), malam.

Penetapan terhadap ketiga tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Diketahui, Sudarso merupakan penyuap terhadap Andi Putra. Ia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut.

KPK langsung melakukan proses penahanan terhadap Frank Wijaya. Frank Wijaya ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Ia dititipkan penahanannya oleh KPK di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.

"Untuk kepentingan penyidikan, maka penyidik melakukan penahanan terhadap FW untuk 20 hari pertama di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan," jelas Firli.

{bbseparator}

Sementara itu, mantan Kepala BPN Riau, M Syahrir belum dilakukan proses penahanan dan akan segera dijadwalkan untuk diperiksa sebagai tersangka. KPK mengimbau agar M Syahrir kooperatif pada panggilan berikutnya.

Dalam perkara ini, M Syahrir diduga pernah meminta uang sebesar Rp3,5 miliar ke GM PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Uang sebesar Rp3,5 miliar tersebut diduga sebagai 'pelicin' untuk memuluskan pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari yang bakal berakhir masa berlakunya pada 2024.

"Diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura dengan pembagian 40 persen sampai 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA," kata Firli.

Atas permintaan tersebut, Sudarso kemudian menyerahkan uang senilai 120.000 dollar Singapura ke M Syahrir. Uang tersebut diserahkan di rumah dinas M Syahrir. Syahrir meminta agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi saat penyerahan uang.

"MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun," kata Firli.

Setelah menerima uang tersebut, lanjut Firli, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Dalam ekspose tersebut, Syahrir menyatakan bahwa usulan perpanjangan PT Adimulia Agrolestari bisa ditindaklanjuti.

{bbseparator}

"Asalkan, adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar," sambungnya.

Atas rekomendasi Syahrir tersebut, Frank Wijaya kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra. Frank meminta supaya kebun 
kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

"Diduga telah terjadi kesepakatan antara AP (Andi Putra) dengan SDR dan hal ini juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut," pungkasnya.

Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Syahrir, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

(Satrio)


Komentar

Berita Lainnya