Massa Datangi Kantor Kejari Teluk Bintuni Minta Penangguhan Andreas Asmorom

Kamis, 22 Juni 2023 15:32 WITA

Card image

Keluarga tersangka menggelar aksi di depan Kantor Kejari Teluk Bintuni, Kamis (22/6/2023). (Foto: Haise/MCW)

Males Baca?

 

BINTUNI - Kepala Bidang Perhubungan Darat, Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Bintuni Andreas Asmorom ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni atas dugaan kasus korupsi pengadaan mobil angkutan pedesaan tahun anggaran 2021.

Penahanan Andreas berbuntut panjang, di mana pihak keluarga mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni dan menandatangani surat pernyataan untuk menjadi penjamin agar penahanan yang dilakukan pihak kejaksaan dapat ditangguhkan.

Melkianus Indouw, salah satu kuasa hukum dari Andreas Asmorom dalam keterangan persnya mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh keluarga pada merupakan bentuk solidaritas dan spontan.

"Mereka adalah keluarga dari Andreas yang datang secara spontan untuk menjaminkan diri supaya penangguhan penahanan terhadap Andreas dapat dikabulkan. Mereka percaya Andreas tidak bersalah. Karena apa? Karena sudah berkali-kali kami memberikan argumen hukum terkait tidak ditemukannya kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Jadi korupsinya di mana," ujarnya, Kamis (22/6/2023).

Pengacara yang kerap dipanggil Melki ini menganggap penahanan Andreas sarat dengan unsur politis, karena seharusnya perkara ini terhenti di tersangka Frans Lusianak, yang sudah membayar denda keterlambatan sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK.

"Saya tidak tahu motif jaksa apa dalam memaksakan kasus ini. Dengan bukti yang telah kami hadirkan, terkesan ada unsur kriminalisasi. Mereka menggunakan hitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai dasar adanya kerugian negara," tuturnya.

"Ini keliru, satu-satunya lembaga yang bisa men-declare kerugian negara dalam perkara korupsi adalah BPK. Bukan BPKP. Jadi kejaksaan Bintuni ini sudah melakukan pelanggaran hukum. Ini ironis, karena mereka adalah salah satu penegak hukum, kok melanggar hukum," sambungnya.

Melki menegaskan bahwa YLBH Sisar Matiti akan menempuh segala macam upaya agar kasus ini bisa menjadi perhatian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. 

Dikatakan, YLBH Sisar Matiti akan mengirimkan surat ke Komisi Kejaksaan dan akan segera berangkat ke Jakarta untuk melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait atas adanya kriminalisasi ini. 

"Ini kan aneh, BPK sendiri mengeluarkan rekomendasi agar Frans Lusianak sebagai pemenang tender itu hanya harus membayar denda keterlambatan, dan itu sudah dilakukan sebesar Rp73 juta. Frans ini hanya terlambat dalam menyerahkan mobil dinas sebagaimana tertuang di dalam kontrak. Kalau mau jadi perkara, ya seharusnya ini adalah perdata. Kok bisa jadi perkara korupsi? Dan itupun semuanya telah selesai dilaksanakan. Ini kan aneh. Kejaksaan yang seharusnya tempat orang mencari keadilan, malah jadi alat kriminalisasi," tandasnya.


Editor: Ady


Komentar

Berita Lainnya