Tolak Permohonan Informasi, Kantor Pertanahan Kota Surabaya Diadukan ke KIP

Kamis, 19 Mei 2022 10:11 WITA

Card image

Dr. I Wayan Suka Wirawan, SH., MH. Advokat pada Digesta Law Firm (Foto : MCWNEWS)

Males Baca?

Yang esensi dan tujuannya justru dimaksudkan untuk menguji validitas pelaksanaan kewenangan badan publik atas pelayanan informasi.

Soal uji konsekuensi, kaidah kewenangannya berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) jelas hanya diberikan sebelum badan publik memutuskan untuk memberikan atau menolak permohonan informasi yang menurut badan publik dinyatakan, misalnya sebagai informasi yang dikecualikan. 

Jika uji konsekuensi ternyata tidak dilakukan oleh badan publik, ini hanya berarti bahwa badan publik tersebut telah mengabaikan kewajiban yang diharuskan oleh legislasi, dan oleh sebab itu keputusan yang mensyaratkannya otomatis catat prosedur. 

Kewenangan untuk menguji validitas keputusan badan publik tersebut selanjutnya beralih kepada Majelis KIP, dan Majelis tidak perlu meminta kembali badan publik untuk melakukan uji konsekuensi karena prinsipnya, demikian UU KIP, badan publik tersebut acontrario tidak lagi berwenang untuk melakukan uji konsekuensi setelah memutuskan untuk menolak suatu permohonan informasi.

Setiap regulasi yang substansinya bertentangan dengan kaidah kewenangan sebagaimana diatur dalam UU KIP tidak sah dijadikan rujukan untuk meminta badan publik melakukan uji konsekuensi pasca penolakan permohonan, bukan hanya karena terhalang prinsip preferensi, melainkan karena kepentingan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada Pemohon. 

Jika pendapat bahwa "uji konsekuensi berlaku surut" ini diperbolehkan, maka penganut pendapat itu juga harus setuju menyatakan sah kemungkinan situasi dimana Pemohon yang permohonannya telah dikabulkan dibatalkan kembali oleh badan publik berdasarkan hasil uji konsekuensi yang dilakukan atau dibuat kemudian.  

Penguji tidak boleh diposisikan atau justru mengambil posisi sebagai subyek yang diuji, dan ini adalah nama lain "independensi". Ada perbedaan esensial antara regulator dan representasi fungsi yudikatif, disebut dengan nama apa pun dan pada bidang hukum apa pun representasi fungsi yudikatif ini. 

Ketika regulasi hasil karya regulator dengan cara tertentu ternyata memungkinkan terjadinya praktik pendaftaran hak atas suatu benda bersama menjadi terdaftar hanya atas nama salah satu pemegang hak, maka representasi yudikatif adalah benteng terakhir yang bertanggung jawab penuh mengantarkan mereka yang namanya tidak terdaftar untuk memperjuangkan dan memperoleh haknya.

"Sertifikat (tanah) adalah instrumen yuridis pivotal bukti pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hukum negara tehadap hak-hak keperdataan individu warga negara, bukan alat untuk menegasikannya, hanya karena sebab-sebab tidak sah tertentu menyebabkan namanya tidak tercantum di dalamnya," tegasnya. (ac)


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya