Keputusan Sensitif dan Perkawinan Campur di Dusun Piling Mencuri Perhatian Mahasiwa Modul Nusantara

Minggu, 17 September 2023 19:10 WITA

Card image

Foto bersama: Kelompok Modul Nusantara, Pertukaran Kelompok Mahasiswa Merdeka 3 Inbound Unud, Sabtu (16/9/2023). (Foto: Dok.Unud)

Males Baca?

TABANAN - Dusun Piling, yang terletak di Desa Mengesta, Kabupaten Tabanan, telah menjadi teladan kehidupan beragama yang penuh toleransi tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di mata dunia internasional. Namun, hal ini tidak hanya menjadi pujian, tetapi juga memicu rasa ingin tahu para mahasiswa dari program Pertukaran Mahasiswa Merdeka 3 Universitas Udayana (Unud). 

Mereka tertarik untuk memahami bagaimana tokoh masyarakat setempat membuat keputusan yang sensitif dan mengelola pernikahan campur di lingkungan mereka. Diskusi ini terungkap dalam modul refleksi tentang keberagaman umat beragama di Kampung Toleransi, Dusun Piling, pada Sabtu (16/9/2023) lalu. 

Bendesa Adat Piling, I Made Sutarsa, dengan bangga menerima mahasiswa dan menjelaskan betapa Dusun Piling telah menjadi tempat yang mempromosikan pluralisme dan toleransi kehidupan beragama. 

Ia bahkan mencatat bahwa mereka telah diliput oleh reporter TV Korea Selatan yang tertarik untuk menyebarluaskan pesan perdamaian dan kerukunan agama di negara mereka. “Artinya, kami menjadi percontohan baik di dalam dan luar negeri,” ujar Bendesa I Made Sutarsa dengan raut muka berseri-seri.

Namun, para mahasiswa dari Kelompok Sandya Abhirama dan Kelompok Chanakya Balakosa dari program modul Nusantara Unud memiliki beberapa pertanyaan yang menarik. 

Jeine Margareta Ante, mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado, bertanya tentang bagaimana tokoh masyarakat mengambil keputusan yang sensitif, seperti ketika umat Kristiani dan Hindu harus melaksanakan kegiatan keagamaan pada waktu yang bersamaan. 

Sementara Desy Afriyanti Boru Ginting dari Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, merasa senang mendengar tentang pernikahan campuran di Dusun Piling dan ingin memahami bagaimana teknisnya dilakukan.

“Secara teknis bagaimana melaksanakannya? Upacaranya di keluarga agama Hindu atau agama Kristen lebih dahulu? Apakah tidak masalah dalam pencatatan administrasi negara?” tanya Desy Afriyanti.

Bendesa Adat I Made Sutarsa menjawab pertanyaan Margareta dengan mengatakan bahwa koordinasi antara pemuka agama adalah kunci untuk membangun harmoni di antara pemeluk agama yang berbeda di wilayah mereka. 


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya