Ketua STIP: Budaya Kekerasan Telah Diatasi, Kampus Tidak Akan Cuci Tangan

Sabtu, 04 Mei 2024 09:00 WITA

Card image

Wahid mengatakan insiden meninggalnya Putu Satria di kampus tersebut di luar kendalinya karena terjadi di luar program kampus. (Foto: Kampus STIP Jakarta)

Males Baca?

JAKARTA - Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara, Ahmad Wahid, menegaskan bahwa budaya kekerasan atau perpeloncoan senior kepada junior di kampus yang berada di bawah Kementerian Perhubungan telah dihilangkan.

"Tidak ada budaya pelonco di kampus ini dan itu penyakit turun temurun yang sudah dihilangkan," ujar Ketua STIP, Ahmad Wahid kepada awak media merespons peristiwa tewasnya taruna bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) karena dianiaya seniornya, Jumat (3/5/2024).  

Wahid menjelaskan bahwa selama satu tahun menjabat di kampus ini, tidak ada tindakan kekerasan seperti itu. Oleh karena itu, insiden meninggalnya Putu Satria di kampus tersebut di luar kendalinya karena terjadi di luar program kampus.

Ia mengatakan dirinya sudah satu tahun di kampus ini dan tidak ada budaya tersebut. Oleh karena itu, katanya, terhadap meninggalnya taruna tingkat satu berinisial P pada Jumat pagi di kampus itu, hal itu di luar kuasa dirinya karena kejadian terjadi di luar program yang dibuat kampus.

Menurutnya, aksi kekerasan tersebut terjadi di luar program belajar yang telah ditetapkan kampus, yakni di kamar mandi.

"Kami akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang terbukti melakukan penganiayaan dengan mengeluarkan pelaku," tegasnya.

Wahid menegaskan bahwa STIP tidak akan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut. "Kami tidak akan cuci tangan," katanya.

Aksi pelonco yang berujung kekerasan yang dilakukan senior kepada junior di STIP Marunda Jakarta Utara memang bukan yang pertama kali terjadi. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi sebelumnya dan menewaskan taruna tingkat satu.

Beberapa kasus tragis yang pernah terjadi antara lain, kematian taruna STIP angkatan 2016, Amirullah Adityas pada 10 Januari 2017, kemudian Dimas Dikita Handoko pada 25 April 2014, dan taruna STIP lainnya seperti Daniel Roberto Tampubolon pada 6 April 2015, serta Agung Bastian pada tahun 2008 yang tewas setelah dianiaya oleh senior. Kasus-kasus tersebut menjadi catatan kelam dalam sejarah kampus pelayaran tersebut.

Sementara itu Polres Metro Jakarta Utara sudah memintai keterangan sejumlah saksi. "Kami masih melakukan penelusuran dan sambil berjalan ada 10 saksi yang dimintai keterangan untuk menggambarkan rangkaian kejadian," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Jakarta, Jumat.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya