Pajak Hiburan Naik, Togar Situmorang: Jangan Ditanggapi Berlebihan

Selasa, 23 Januari 2024 21:09 WITA

Card image

advokat Dr Togar Situmorang (Foto: Istimewa).

Males Baca?

DENPASAR - Kebijakan kenaikan pajak hiburan yang tertuang dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) telah menimbulkan polemik di masyarakat. Banyak pihak yang menilai kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75% terlalu tinggi dan berpotensi memberatkan masyarakat.

Namun, menurut advokat Dr Togar Situmorang, kenaikan pajak hiburan tersebut tidak perlu disikapi secara berlebihan. Pasalnya, kenaikan pajak hiburan tersebut hanya berlaku untuk jasa hiburan tertentu, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap (spa).

"Tak semua tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan atau pajak hiburan naik menjadi 40 persen hingga 75 persen. Secara fakta bahkan ada 12 jenis pajak hiburan yang semula 35 persen, diturunkan pemerintah menjadi paling tinggi 10 persen," kata Togar Situmorang, Selasa (23/1/2024).

Bahkan Togar Situmorang menilai terasa berlebihan sejumlah pengusaha hiburan sampai mendatangi kantor Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta agar pemerintah menurunkan tarif pajak hiburan.


Kata Togar, ketentuan tersebut bukan merupakan kebijakan baru. PBJT hiburan atau pajak hiburan sudah lama diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Namun, dalam UU tersebut, ketentuan yang ditetapkan yaitu tarif pajak daerah paling tinggi sebesar 35 persen. Sementara pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap (spa) tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.

Aturan tersebut kemudian diperbarui dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam UU tersebut, pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Kesebelas jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022, di antaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; serta pertunjukan sirkus. 

Kemudian diskotek, karaoke, klab malam, bar, dan mandi uap (spa), kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. 

Togar Situmorang menjelaskan, kenaikan pajak hiburan tersebut merupakan kebijakan yang adil. Pasalnya, jenis hiburan yang dikenakan pajak tinggi hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, terutama orang berduit dan ingin menghabiskan waktu dengan kesenangan duniawi.

"Ini adalah dukungan agar daerah semakin mandiri. Maka, perlu berpikir agar assignment-nya tidak hanya memberikan transfer ke daerah, tapi bagaimana mendukung daerah meningkatkan pendapatan mereka dengan kondisi tertentu yang perlu dilakukan pengendalian," tutup Togar Situmorang.

Editor: Dewa


Komentar

Berita Lainnya