Siapa Berani Membela Sambo

Selasa, 30 Agustus 2022 11:15 WITA

Card image

Males Baca?

Jika kita sekedar dianggap mata duitan karena bersedia membelanya, itu sih tak seberapa dan tak mengapa. Konsekuensi lebih berat menunggu,  kita bakal menerima caci maki, hinaan dan berbagai cap negatif lainnya. Ngapain membela orang bejad? Apa cuma mau cari popularitas saja? Apa _gak _ mengerti perasaan rakyat? _Gak _ sadar membela “musuh” rakyat? Apa tak pikir hati anggota keluarga korban.

Belum lagi ada kemungkinan jika kita membela Sambo, advokatnya malah disamakan dengan Sambo. Wah, ini orang sama juga dengan Si Sambo. Advokatnya dapat dicap tak tahu diri. Sombong. Advokat  tak mensyukuri nikmat dari Tuhan. Apa gak ada cara lain mencari rezeki, dan sebagainya dan sebaginya.
Beranikah kita, terutama para lawyer, advokat, menerima permintaan itu?

*Kisah Yap Thiam Hien*
Advokat kawakan almarhum Yap Thiam Hien dalam karier profesinya hampir selalu bersikap berani.  Ketika awal Orde Baru (Orba) PKI (Partai Komunis Indonesia) masih  jadi momok menakutkan. Siapa yang diidentifikasikan atau dituding terafiliasi dengan PKI,  selain bakal dijauhi masyarakat,  juga nyawanya pun setiap saat dapat terancam. Begitu pula hubungan Indonesia dengan RRC kala itu sedang panas dan regang. Dampaknya etnis keturunan Cina di Indonesia pun sering menjadi sasaran rasial. Tapi Yap Thiam Hien  sebagai orang keturunan etnis Cina, dan dari agama minoritas pula, tidak takut untuk membela anggota bahkan gembong PKI yang sedang terjerat problem hukum.
Sebagai advokat, Yap sama sekali tidak tidak gentar untuk membela para terdakwa anggota atau pengurus  PKI. Padahal Yap menghadapi resiko yang besar. Dia dari etnis keturunan Cina yang saat itu masih sangat sensitif. Apalagi pembelaannya terkait orang-orang PKI. Dengan atau tanpa alasan mereka yang “berbau”
PKI dapat “dibantai” begitu saja. Kasusnya dapat menguap atau diuapkan tanpa jejak. Namun, kesemua itu, tak membuat Yap surut. Dalam lingkungan yang peka dan penuh ancaman bahaya bagi dirinya, Yap tak mundur selangkah pun untuk terus membela anggota PKI yang sedang berhadapan dengan hukum.

Menurut  Yap, yang dibela advokat adalah unsur kemanusiaan dari manusia. Siapa pun yang menjadi terdakwa, dari kalangan mana pun, dari suku bangsa manapun, dari profesi apapun, kalau perlu dibela, harus dibela.
Penjahat seberat apapun,  bagi seorang advokat kalau diminta menjadi avokat, harus rela dan berani membelanya. Jangan takut. Jangan jadi advokat pengecut.
Seorang advokat dalam menjalankan profesinya, menurut Yap,  sudah jamak bakal menghadapi tantangan dan ancaman. Itu biasa.

Kode Etik Advokat hanya tidak memperbolehkan seorang advokat menjanjikan kemenangan. “Kalau Anda mengharapkan kemenangan, jangan menunjukan saya sebagai advokat. Tapi kalau ada menginginkan pelayanan terbaik, bolehlah menunjuk diri saya,” kata Yap.

Memang  yang boleh dan harus dilakukan advokat ialah memberikan layanan terbaik buat kliennya. Maka kalau Sambo meminta kita atau advokat manapun menjadi pembelanya,  kita harus berani menerimanya. Advokat yang bersedia membela Sambo,  bukan berarti setuju perbuatan Sambo. Bukan pula untuk membenarkan tindakan Sambo,  apalagi kita menjanjikan  “kemenangan” bagi Sambo dan para pendukungnya. Para advokat menerima permintan Sambo lantaran amanah dari profesi advokat. Profesi yang dituntut untuk bersedia dan berani membela siapapun, termasuk klien yang memiliki beban sosial berat, terlepas dari orang itu kaya atau miskin, salah atau benar.

Jadi, seandainya kelak ada yang berani menjadi advokat Sambo di pengadilan, janganlah kita menghujatnya. Jangan pula kita memakinya. Bahkan kita harus salut kepada advokat yang berani menerimanya kasus Sambo, karena dia bersedia mendapat banyak tentangan dari masyarakat.*

(Bersambung…..)


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya