Dituntut 12 Tahun Penjara Terkait Ekspor Minyak, Bos Wilmar Group Menangis Bacakan Pleidoi

Rabu, 28 Desember 2022 02:50 WITA

Card image

Sidang Pembacaan Nota Pembelaan Atau Pleidoi Para Terdakwa Korupsi Ekspor Minyak Goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2022). (Foto: Satrio/mcw)

Males Baca?


JAKARTA - Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan 12 tahun penjara yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Master dituntut 12 tahun bui karena diyakini telah merugikan negara terkait ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.

"Di banyak media saya disebut sebagai bagian mafia minyak goreng, apakah tampang saya, tampang mafia? Ya Tuhan, mafia apa yang dilakukan saya?," ungkap Master Parulian saat membacakan nota pembelaan melalui daring yang disiarkan langsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2022) 

Dalam kesempatan itu, Master Parulian membantah telah merugikan keuangan dan perekonomian negara terkait ekspor minyak goreng. Ia juga menepis menjadi faktor penyebab kelangkaan minyak goreng di Indonesia, beberapa waktu lalu. Master menilai tuntutan jaksa tidak objektif. Ia meminta agar jaksa melihat fakta sebenarnya yang terungkap di persidangan.

"Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master Parulian.

Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Master menjelaskan, sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi, mengikuti harga fluktuatif dunia. Namun, setelah terbit aturan HET, kata Master, semua produk minyak goreng hilang di pasaran.

"Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya.

Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng laiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.

{bbseparator}

"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng," imbuhnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Master Parulian Juniver Girsang menyebut, penuntut umum menuduh para terdakwa termasuk kliennya menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.

Menurut Juniver, tim jaksa sangat memaksakan agar mengembalikan pertanggung jawaban atas hilangnya migor curah dan kemasan sederhana di pasar kepada para terdakwa.

"Penuntut umum dengan nafsu berlebihan menuntut terdakwa Master Parulian Tumanggor, yang begitu banyak dikatakan sebagai komplotan mafia migor," kata Juniver di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Juniver juga menyinggung soal bukti yang tidak disita Kejagung sebab bisa meruntuhkan fakta yang sebenarnya. 

"Sebuah perkara yang diawali dari rumah saksi Indrasari Wisnu Wardana di Tangerang Selatan, yang diduga menerima uang yang ditempatkan dalam 5 kantong minyak goreng kemasan merek Sania, kelima kantong migor tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng," kata Juniver.

Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung. Master dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

 

Reporter: Satrio

Editor: Sevianto


Komentar

Berita Lainnya