Jadi Korban Penyerobotan Tanah, Anak Pejuang Perang Puputan Margarana Lapor Polisi

Senin, 12 Desember 2022 10:34 WITA

Card image

I Gusti Ngurah Eka Wijaya (baju putih) bersana istri dan anaknya (kiri) didampingi kuasa hukumnya, Didik Supriadi (kanan) dari kantor hukum Bali Mode Law Office, Senin, (12/12/2022). (Foto: tim mcw)

Males Baca?


DENPASAR - Seorang warga bernama I Gusti Ngurah Eka Wijaya mengaku menjadi korban penyerobotan tanah miliknya yang ada di Banjar Ulun Uma Badung, Desa Adat Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Atas kejadian tersebut, warga yang diketahui anak mendiang I Gusti Putu Oka, pejuang perang Puputan Margarana ini telah melaporkan tiga orang oknum desa adat setempat ke Polda Bali.

Di mana dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/306/VI/2022/SPKT/Polda Bali, atas dugaan telah melakukan penyerobotan tanah miliknya.

Kuasa hukum Gusti Ngurah Eka Wijaya, Didik Supriadi SH, dari kantor hukum Bali Mode Law Office, menjelaskan kliennya mengetahui ada yang mensertifikatkan tanahnya saat mengajukan permohonan penerbitan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung.

Permohonan penerbitan sertifikat oleh kliennya tersebut dilakukan dengan dasar alas hak berupa Pipil, IPEDA (Iuran Pendapatan Daerah), SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), Letter C, dan dokumen pendukung lainnya.

"Tapi ketika dicek di buku tanah di BPN (Badung, red), tanah klien kami sudah ada sertifikatnya atas nama Desa Adat Gulingan tanpa ada peralihan hak dan didirikan bangunan tanpa seizin klien kami selaku pemilik," terang Didik Supriadi di Denpasar, Senin (12/12/2022).

{bbseparator}

Didik juga mengatakan pihaknya telah berusaha meminta klarifikasi dari pihak BPN terkait hal tersebut. Menurutnya, pihak BPN mengatakan sertifikat diterbitkan berdasarkan surat sporadik (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah) dan pajak.

"Kita pernah mengajukan permohonan klarifikasi ke BPN untuk mempertanyakan, bagaimana bisa terbit sertifikat di atas tanah ini. Tetapi lama sekali kita mendapat jawaban, setelah kita minta tolong ke Ombudsman. Jawaban dari BPN mengatakan berdasarkan sporadik dan pajak," terangnya.

"Ketika kita bicara sporadik untuk menerbitkan sertifikat, tentu di sana harus ada tanda tangan penyanding. Sementara di atas lokasi tanah ini semua penyandingan atas nama klien kami," tegasnya.

Selain itu, Didik juga menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menandatangani dokumen penyanding maupun pelepasan hak atas objek tanah tersebut.

"Klien kami tidak pernah yang namanya menandatangani yang namanya penyading ini. Kemudian masalah pengajuan pajak di situ adalah tidak atas nama pengaju pemohon, tetapi orang lain. Jadi disini banyak yang dipaksakan," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Gusti Ngurah Eka Wijaya didampingi istri dan anaknya, mengatakan bahwa objek tanah tersebut adalah warisan orang tuanya. Di atas objek tersebut sebelumnya berdiri rumah keluarga yang ditempati oleh saudaranya.

{bbseparator}

Namun sepeninggal saudaranya yang tidak memiliki keturunan, secara rutin pihaknya selalu datang menengok untuk bersih-bersih dan upacara. Belakangan ia mengaku dikeluarkan dari keanggotaan banjar dan ada pihak yang meratakan rumahnya.

Dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telepon, Bendesa Adat Gulingan IB Gangga membenarkan adanya pensertifikatan tersebut. Pihaknya juga mengaku telah dipanggil polisi terkait adanya laporan dari pihak Gusti Ngurah Eka Wijaya.

Namun pihaknya tidak dapat menjelaskan lebih lanjut lantaran mengaku sedang ada kesibukan.

"Itu memang milik desa jadi disertifikatkan. Itu tanah ayahan desa. Mohon maaf saat ini saya sedang sibuk, jika ingin minta informasi silahkan datang," tutpnya.

Reporter: Agung
Editor: Edy


Komentar

Berita Lainnya