Benny Tjokro Lolos Hukuman Mati, Divonis Nihil di Kasus Asabri

Kamis, 12 Januari 2023 19:10 WITA

Card image

Sidang Putusan Kasus Korupsi Dana Asabri Dengan Terdakwa Benny Tjokro di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023). (Foto: Satrio/mcw)

Males Baca?


JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mengabulkan tuntutan hukuman mati yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro alias Benny Tjokro.

Hakim memutuskan menjatuhkan vonis nihil terhadap Benny Tjokro atas perkara dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019. Vonis nihil diputus karena Bentjok telah dihukum maksimal di kasus sebelumnya.

Meskipun divonis nihil, Hakim tetap menyatakan Benny Tjokro bersalah karena terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019. Di mana, atas perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian hingga Rp22,7 triliun. 

"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," ujar Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2023).

Meskipun divonis nihil hukuman badan, tapi Benny Tjokro tetap dihukum untuk  membayar uang pengganti sebesar Rp5,7 triliun di kasus Asabri. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta benda Benny dapat disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp5.733.250.247.731," ucap Hakim IG Eko Purwanto

Hakim menyatakan tidak sependapat dengan penuntut umum yang menuntut pidana mati terhadap Benny Tjokro. Sebab, kata Hakim, jaksa penuntut umum telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan. 

"Kemudian, penuntut umum tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu. Perbuatan tindak pidana oleh terdakwa terjadi pada saat negara dalam situasi aman," sambung Hakim.

"Terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan. Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan Asabri terjadi secara berbarengan," kata Hakim menambahkan.

Untuk diketahui, vonis ini jauh lebih ringan daripada tuntutan yang diajukan tim jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut agar Bentjok dihukum mati karena diyakini terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan pertimbangan yang memberatkan maupun meringankan saat melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Benny Tjokro. Pertimbangan yang memberatkan yakni, terdakwa Bentjok dinilai tidak menunjukkan rasa bersalah atas perbuatannya.

Selain itu, jaksa juga menilai perbuatan Bentjok termasuk dalam kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes. Di mana, menurut jaksa, kejahatannya itu dibalut dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal.

Kemudian, perbuatan Bentjok juga dinilai mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal. Dan yang lebih parahnya, perbuatan Bentjok bersama terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.

Jaksa juga menilai Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Di mana, kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun.

Sementara itu, menurut jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal yang meringankan, namun tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan Benny Tjokro. Oleh karenanya, jaksa mengesampingkan pertimbangan yang meringankan untuk Bentjok.

Selain pidana mati, Bentjok juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun). Uang pengganti tersebut wajib dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah.

Jika Bentjok tidak dapat membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, jaksa meminta agar harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.

Dalam perkara ini, Bentjok bersama sejumlah terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian negara tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi di tubuh PT Asabri.

Jaksa menyebut Benny Tjokro terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 

Reporter: Satrio

Editor: Sevianto


Komentar

Berita Lainnya