KPK Selidiki Pengadaan Server di Anak Usaha Telkom Grup Lewat 2 Saksi

Jumat, 16 Februari 2024 15:48 WITA

Card image

Gedung KPK (Foto: Satrio/MCW)

Males Baca?

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki dugaan korupsi terkait pengadaan server dan storage sistem baik yang ada di internal anak usaha PT Telkom Group, PT Sigma Cipta Caraka (SCC). Dugaan korupsi tersebut didalami lewat dua orang saksi.

Adapun, kedua saksi tersebut yakni, Direktur Business Data Center & Manage Service PT SCC periode Januari 2014-Desember 2017, Andreuw TH. A. F dan PT Putra Jaya Maksima/Maxima EO, Nurhayati, pada Kamis (15/2/2024), lalu.

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain kaitan dugaan pihak-pihak yang terlibat aktif ikut serta dalam pengadaan server dan storage sistem baik yang ada di internal PT SCC maupun pihak swasta," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (16/2/2024). 

KPK sebelumnya juga memanggil Kepala Divisi SDM dan Hukum PT Berdikari Insurance, Kristianto, untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, kata Ali, yang bersangkutan tidak hadir dan dijadwalkan ulang pemeriksaan pada hari ini. 

Sebelumnya, KPK menyampaikan telah membuka penyidikan kasus dugaan korupsi di PT SCC, Telkom Group, tahun 2017-2022. Sudah ada tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus tersebut. 

Ali mengatakan pengadaan tersebut melibatkan pihak ketiga sebagai makelar. Kata dia, pengadaan kerja sama diduga fiktif dengan modus penyediaan financing untuk proyek data center. 

Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com yang mengetahui penanganan kasus ini, KPK telah menjerat Direktur Utama PT SCC Judi Achmadi sebagai tersangka. 

Lima orang tersangka lainnya yaitu Direktur Human Capital & Finance PT SCC Bakhtiar Rosyidi; Direktur PT Granary Reka Cipta Tejo Suryo Laksono; Pemilik PT Prakarsa Nusa Bakti Roberto Pangasian Lumban Gaol; serta Afrian Jafar dan Imran Mumtaz selaku pihak swasta yang berperan sebagai makelar. 

Lewat perhitungan sementara Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus ini disinyalir merugikan keuangan negara lebih dari Rp200 miliar.

Repprter: Satrio


Komentar

Berita Lainnya