Lusa, KPK Bakal Hadirkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng di Sidang Korupsi Gereja
Rabu, 29 Mei 2024 09:49 WITA
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri
Males Baca?JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng di sidang lanjutan perkara korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap 1 TA 2015 dengan terdakwa Budiyanto Wijaya, pada lusa atau tepatnya Kamis, (28/3/2024).
Eltinus Omaleng bakal dihadirkan sebagai saksi untuk membuat terang perbuatan terdakwa Budiyanto Wijaya. Sidang lanjutan tersebut rencananya bakal digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Untuk membuktikan surat dakwaannya, Tim Jaksa pada Kamis (28/3) bertempat di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat mengagendakan pemanggilan saksi diantaranya, Eltinus Omaleng (Bupati Mimika)," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (26/3/2024).
"KPK ingatkan saksi dimaksud untuk hadir memenuhi panggilan tersebut," sambungnya.
Untuk diketahui, KPK saat ini sedang menyidangkan empat terdakwa baru dalam perkara korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile. Keempat terdakwa tersebut yakni, mantan Kepala Seksi (Kasie) Pemeliharaan Jalan dan Jembatan pada Sinaa Pekerjaan Umum Kabupaten Mimika, Totok Suharto.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2015, Marthen Sawy; Kepala Cabang PT. Satria Creasindo Prima, Budiyanto Wijaya; dan site engineer PT Geo Inti Spasial, Gustaf Urbanus Pantadianan.
Keempatnya didakwa bersama-sama dengan Eltinus Omaleng telah merugikan keuangan negara sebesar Rp14.261.210.341 (Rp14,2 miliar). Kerugian negara tersebut akibat korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.
Demikian disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan Totok Suharto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024).
"Terdakwa sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu melakukan pengaturan dalam penentuan pemenang lelang dalam seleksi umum konsultan perencanaan, konsultan pengawasan, dan lelang umum pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap 1," dikutip dari dakwaan Jaksa KPK, Jumat (19/1/2024).
Dalam perkara tersebut, Totok diduga menerima Rp41 juta, Budiyanto Rp2.070.454.000,00 (Rp2 miliar), Marthen Rp90 juta, Gustaf Rp181.014.181,82 (Rp181 juta) dan Hasbullah sebesar Rp158.181.818,18 (Rp158 juta) dari pekerjaan jasa konsultan perencanaan dan pengawasan.
{bbseparator}
Kemudian, dari pelaksanaan pekerjaan pembangunan, Totok menerima Rp25 juta, Eltinus Rp2,5 miliar, dan Marthen Rp73 juta, Teguh Anggara Rp3.706.571.068,71 (Rp3,7 miliar), Budiyanto Rp978.323.000,00 (RP978 juta), Arif Yahya Rp3.419.000.000,00 (Rp3,4 miliar) dan Gustaf Rp198 juta, Jemmy Sapakoly Rp42 juta, Melkisedek Snae Rp25 juta dan Kasman (alm) Rp94.666.272 (Rp94,6 juta).
Kemudian, terdapat juga pembayaran pekerjaan jasa konsultan perencana yang tidak sesuai realisasinya sejumlah Rp1.481.245.455,00 (Rp1,4 miliar), pembayaran pekerjaan Jasa Konsultan Pengawas yang tidak sesuai dengan realisasinya sejumlah Rp1.061.404.545,00 (Rp1 miliar) dan pembayaran pekerjaan pembangunan Gereja yang tidak sesuai dengan realisasinya sejumlah Rp11.718.560.341,19 (Rp11,7 miliar).
Jumlah tersebut sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas Pekerjaan Pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Tahap I TA 2015 Nomor: 31/LHP/XXI/10/2022 Tanggal 7 Oktober 2022.
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu, merugikan keuangan negara yang seluruhnya sejumlah Rp14.261.210.341," dikutip dari dakwaan Jaksa KPK.
Atas perbuatannya, Totok didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Reporter: Satrio
Komentar