Ramai-ramai Koruptor Bebas Bersyarat, MAKI Soroti Efek Jera Kasus Korupsi

Kamis, 08 September 2022 10:25 WITA

Card image

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, (Foto: ist)

Males Baca?

 

MCWNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengaku kecewa terhadap keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham yang memberikan remisi hingga pembebasan bersyarat terhadap para narapidana kasus korupsi. 

Di mana, terdapat 23 napi korupsi yang telah bebas bersyarat dan dikeluarkan secara bersama-sama dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) pada Selasa (6/9/2022). Boyamin menyinggung soal efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi usai Kemenkumham mengobral program bebas bersyarat kepada para koruptor.

"Pesan efek jera tidak sampai karena nampak hukumannya sudah ringan, kemudian terdapat keringanan bahkan bebas bersyarat yang sebelumnya dipotong remisi. Dipotong remisi dulu baru 2/3, harusnya kan menghitungnya itu 2/3 dari masa tahanan kalau 4 tahun itu 2/3 nya. Bukan cara dengan dipotong remisi kemudian baru 2/3," tegas Boyamin melalui pesan singkatnya, Kamis (8/9/2022).

"Misalnya 6 tahun, kan 2/3nya mestinya 4 tahun. Selama ini dihitung, dipotong dulu remisi 1 tahun sehingga 2/3nya tinggal 3 tahun lebih dikit. Itu cara menghitung yang salah, remisi itu dari keseluruhan hukuman bukan setelah dipotong remisi. Saya menyesalkan potongan remisi itu digabung, potong remisi dulu baru bebas bersyarat," sambungnya.

Lebih lanjut, Boyamin berharap ke depan jaksa berani meminta hakim mencabut hak untuk mendapatkan pemotongan hukuman. Sebab, pemotongan hukuman hingga pembebasan bersyarat berdampak efek jera dalam rangka upaya pemberantasan korupsi.

"Ini sudah berlaku di Amerika. Banyak kasus kasus yang profil tinggi, kemudian dicabut haknya untuk mendapatkan pengurangan," katanya.

Boyamin meminta jaksa bukan cuma menuntut pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik ketika menangani kasus besar. Jaksa diminta menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pencabutan hak pemotongan hukuman untuk memaksimalkan efek jera.

Hukuman itu juga diyakini bisa membalas sakit hati masyarakat dari tindakan terdakwa. Hakim juga diharap senada dengan penegak hukum jika ada permintaan pencabutan hak pemotongan hukuman.

{bbseparator}

"Selain dihukum tinggi, maka ditambah pencabutan hak untuk mendapatkan pengurangan, itu harus kita dorong," ujar Boyamin.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung juga diminta tegas untuk memberikan tuntutan ke depannya. Tuntutan dan dua lembaga penegak hukum itu diyakini bisa memaksimalkan efek jera.

"Sehingga nanti hakim mengabulkan hukuman tinggi dan juga mencabut hak-hak untuk mendapatkan pengurangan," tutur Boyamin.

Sebanyak 23 narapidana kasus korupsi bebas bersyarat pada Selasa, 6 September 2022. Sejumlah narapidana yang bebas lebih cepat yakni mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan eks Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah.

"Pada September sudah diberikan hak bersyarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas kepada sebanyak 1.368 orang narapidana semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah 23 narapidana tipikor," kata Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham Rika Aprianti melalui keterangan tertulis.

Narapidana lain yang bebas bersyarat yakni Desi Aryani, Mirawati, Syahrul Raja Sampurnajaya, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto, Andri Tristianto Sutrisna, Budi Susanto, dan Danis Hatmaji.

Lalu, Patrialis Akbar, Edy Masution, Irvan Rivano Muchtar, Ojang Sohandi, Tubagus Cepy Septhiady, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan, Arif Budiraharja, Supendi, Suryadharma Ali, Tubagus Chaeri Wardana, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Amir Mirza Hutagalung. (ads)


Komentar

Berita Lainnya