Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Papua Anti Korupsi Desak Plt Bupati Mimika Segera Ditahan

Minggu, 16 April 2023 06:11 WITA

Card image

Pegiat Anti Korupsi Saor Siagian saat bicara dalam Diskusi Publik tentang, Polemik dalam proses penegak hukum pemberitan Diskresi terdakwa korupsi yang terjadi di Papua, Sabtu, (15/4/2023). (Foto: Dok.Agus/mcw)

Males Baca?


JAKARTA  - Proses penegakan hukum oleh hakim di Papua telah memberikan diskresi terhadap terdakwa korupsi Plt Bupati Mimika Johannes Rettop. Hal ini merupakan suatu keistimewaan bagi koruptor. 

Founder Suka Hukum Lawyer At DNT Lawyers Subadria Nuka mengatakan, seharusnya terdakwa ditahan selama proses di tingkat kejaksaan maupun di persidangan. 
 

"Ini seolah-olah ada pejabat tersebut kebal terhadap hukum," ucapnya dalam sebuah diskusi Publik, Sabtu (15/4/2023).

Sementara Kuasa Hukum Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Papua Anti Korupsi Michael Himan mengatakan, komitmen NKRI dan seluruh warga negara Indonesia untuk memerangi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diselesaikan secara luar biasa.

Namun menurut Michael Himan, pemberantasan korupsi tindak pidana korupsi khususnya di tanah Papua begitu luar biasa penindakannya tanpa toleransi dan kompromi. 
 

Ia lalu menyebut empat pejabat orang asli Papua di antaranya Barnabas Suebu (Mantan Gubernur Papua), Lukas Enembe (Gubernur Papua Nonaktif), Eltinus Omaleng (Bupati Mimika Nonaktif).

Selanjutnya Ricky Ham Pagawak (Bupati Mamberamo Tengah Nonaktif), telah mengalami tekanan, dikejar, ditangkap, ditahan dan sedang menjalani proses hukum tindak pidana korupsi.

Bahkan, mereka di tingkat penyidikan sebagai tersangka maupun menjalani proses persidangan di pengadilan sebagai terdakwa dengan status pejabat nonaktif.

“Mirisnya meskipun Lukas Enembe sakit keras namun tidak ada ampun dan tidak ada toleransi dari negara perlakukan negara tampaknya sangat kontradiktif terhadap terdakwa korupsi Johannes Rettob," tuturnya.

Terdakwa Johannes Rettob lanjutnya, sangat istimewa sehingga negara melalui Hakim Tipikor memberikan diskresi dengan tidak melakukan penahanan. 

Johannes Rettob bahkan bebas bertindak menjalankan pemerintahan dan mengelola APBD sebagai Plt Bupati Mimika

{bbseparator}

Hal senada juga dikatakan Natalius Pigai, aktivis hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, Johannes terlihat istimewa di mata publik kerena tidak ditahan. 

"Saya menilai hal itu mencederai rasa keadilan bagi publik, khususnya masyarakat Papua," ujarnya.

Sebelumnya Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan Johannes sebagai tersangka korupsi korupsi pengadaan pesawat dan helikopter. 

Selain Johannes, ada terdakwa lain dalam kasus ini yakni Direktur Asian One Air Silvi Herawati yang merupakan pihak ketiga dalam pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan dan Helikopter Airbus H-125.

Terdakwa dikenakan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal penjara selama 20 tahun. Namun, keduanya tidak ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian menjadi terdakwa.

Saat ini kasus korupsi yang menjerat Johannes itu telah masuk tahap persidangan. Majelis Hakim PN Jayapura rencananya bakal membacakan putusan sela dalam kasus Johannes, Senin (17/4/2023).

Saor Siagian secara pribadi juga menilai penegakan hukum di tanah Papua dilakukan dengan secara tidak adil. Beberapa masalah hukum yang sudah dilakukan, khususnya dengan perkara yang menjerat Lucas tidak adil secara hukum yang terjadi di tanah Papua.

"Padahal keadaan Pak Lucas tidak sehat dan bahkan KPK datang menjemput langsung di tanah Papua. Padahal dokter dari Singapura pun datang ke indonesia untuk mengobati Pak Lucas," bebernya.

Menurut dia, proses penegakan hukum harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan para penegak hukum harus tunjukan hukum yang adil di Indonesia.

Di lokasi yang sama Pakar Hukum Tata Negara Margarito mengatakan, harusnya sejak statusnya ditetapkan sebagai tersangka di Kejati Papua, Plt bupati Mimika sudah dilakukan penahanan.

Bahkan ia menduga ada kemungkinan besar kasus ini tidak beres. Pasalnya, Johannes Rettob saat ini sudah berstatus terdakwa dalam dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat, saat menjabat Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika tahun 2015.

“Menurut saya, tidak ada alasan Kemendagri untuk tidak menonaktifkan sementara kepada yang bersangkutan," tegasnya.

{bbseparator}

Margarito berharap Mendagri tidak menggunakan alasan bahwa kalau mengonaktifkan seolah-olah pemerintahan akan lumpuh atau tidak ada orang yang menjabat.

“Dalam aturan itu, kalau dua-duanya, jabatan Bupati atau Wakil Bupati kosong, maka untuk sementara pemerintahan dilaksanakan oleh Pelaksana Harian (Plh) yaitu sekretaris daerah. Dalam beberapa hari, harus diangkat pejabat bupati. Kewenangan itu ada pada Kemendagri,” tanda Margarito.

Oleh karena itu sambungnya, tidak ada alasan untuk tidak melakukan pemberhentian sementara kepada Plt Bupati Mimika Johannes Rettob.

Sedangkan menurut Prof Rocky Marbun terkait dengan diskresi tersebut, secara normatif hakim tidak ada landasan konstruksi ilmiah dalam urusan yang logis dalam pemberian diskresi.

Pertimbangan majelis hakim Tipikor Marco Wiliam Erari terhadap terdakwa korupsi Johannes Rettob tidak ditahan dan  tetap menjalankan tugas sebagai Plt Bupati Mimika adalah alasan yang sangat subyektif. 

Landasan dan instrumen hukum sangat jelas, dimungkinkan seorang tersangka tidak ditahan, yaitu jika tersangka tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan tidak ada keadaan-keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.

"Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP yang menyatakan “Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu," pungkasnya.

 

Editor: Ady


Komentar

Berita Lainnya