Keuskupan Timika Tarik Diri dan Minta Pokja Agama MRP Papua Tengah Dihapus

Selasa, 26 September 2023 17:25 WITA

Card image

Konferensi Pers di Kantor Keuskupan Timika, Senin (25/9/2023). (Foto: Sevianto/MCW)

Males Baca?

TIMIKA - Administrator Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo Pr, menegaskan Gereja Katolik Keuskupan Timika menarik diri dari keikutsertaan dalam Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Tengah periode pertama.

"Karena tidak mau turut serta meletakan fondasi yang tidak benar pada provinsi baru di Papua Tengah," kata Pastor Marthen Kuayo pada konferensi pers yang di kantor Keuskupan Timika, Mimika, Senin (25/2023).

Pastor Marthen mengatakan, pada Selasa 25 Juli 2023 lalu, tim dari pemerintah Provinsi Papua Tengah serta Pansel MRP telah melakukan pertemuan dengan pimpinan Keuskupan Timika di Kantor Keuskupan Timika. Tim dari Provinsi Papua Tengah itu berjumlah 10 orang dipimpin Asisten I, Ausilius You.  

"Maksud pertemuan adalah pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pansel MRP Papua Tengah, ingin mendengar secara langsung dari Pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika terkait dengan nota keberatan dan pembekuan rekomendasi dari agama Katolik Keuskupan Timika," ungkapnya.

Lanjut dia, ada pun empat poin sebagai suara Pimpinan Keuskupan Timika yaitu pertama, berkaitan dengan proses seleksi MRP Papua Tengah yang tidak benar, Agama Katotik Keuskupan Timika telah menyampaikan keberatan, melalui nota keberatan yang dikirim kepada PJ Gubenur Papua Tengah tanggal 4 Mei 2023.    

Kedua, karena nota keberatan tersebut tidak diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah maupun Pansel MRP Provinsi Papua Tengah, maka Agama Katolik Keuskupan Timika, melalui Pastor Yuvensius Tekege Pr yang dimandatkan untuk mengawal proses penjaringan calon anggota MRP pokja Agama Katolik, menyampaikan surat pembekuan rekomendasi dari pimpinan Agama Katolik untuk semua kandidat utusan agama katolik.

Ketiga, atas dasar inilah, pada tanggal 25 Juli 2023, pada waktu pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pansel MRP Papua Tengah di Kantor Keuskupan Timika, pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika, menegaskan lagi pembekuan rekomendasi dan menolak untuk ikut serta dalam keanggotaan MRP pada periode pertama, karena tidak mau turut serta meletakkan fondasi, dasar yang tidak benar pada Provinsi Baru di Papua Tengah.  

Keempat, kalau ada siapapun yang mengatasnamakan Agama Katolik dan berusaha mengaktifkan rekomendasi Agama Katolik Keuskupan Timika, maka pimpinan Keuskupan Timika menegaskan bahwa orang tersebut, tidak mewakili Agama Katolik Keuskupan Timika pada Pokja Agama.

*Keputusan Administrator Mengikat*

Sementara itu, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Saul Paulo Wanimbo didampingi anggota SKP Rudolf Kambayong pada kesempatan yang sama menegaskan, Pimpinan Keuskupan Timika dan utusan Komisi Kerasulan Awam (Kerawan) Keuskupan Timika, Dekenat Teluk Cenderawasih melakukan siaran pers ini untuk memperjelas sejumlah kesimpangsiuran posisi Agama dan Gereja Katolik dalam proses seleksi dan penetapan anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah (MRPT).  

{bbseparator} 

"Kami berharap, agar sesudah pernyataan pers ini dirilis,, ada kejelasan yang menyudahi aneka ketidakjelasan dan perdebatan," kata Saul.  

Saul menjelaskan, dalam tradisi agama dan gereja katolik, dikenal istilah Administrator Diosesan yang adalah seorang ordinaries wilayah tertentu dalam Gereja Katolik Roma. Umumnya, administrator diosesan terpilih saat tahta suatu keuskupan mengalami kelowongan, dan tidak ada administrator apostolik yang ditunjuk untuk mengisi tahta keuskupan tersebut.  

Lebih lanjut Saul menerangkan bahwa dalam tugas keseharian, seorang Administrator Diosesan bertugas sebagai pimpinan suatu wilayah gereja lokal (keuskupan). Dalam Kitab Hukum Kanonik juga dijelaskan, bahwa Dewan Konsultores suatu wilayah gerejawi harus memilih seorang administrator dalam tempo 8 (delapan) hari setelah tahta uskup mengalami kekosongan. Dewan ini perlu memilih seorang administrator yang merupakan seorang imam atau uskup yang berusia minimal 35 tahun.

Saul menambahkan, dalam sistem pemerintahan sipil-profan, dikenal adanya kepemimpinan transisi. Bupati Caratecar atau pejabat sementara (PJS) Walikota untuk tingkat kabupaten dan Kotamadya serta Penjabat Gubernur (PJ) untuk tingkat provinsi, misalnya. Sekalipun mereka yang ditunjuk dan dilantik ini "hanya" sebagai pejabat antarwaktu, namun segala keputusan yang mereka buat dan tandatangani selalu bersifat resmi dan sahih secara formal yuridis.  

"Demikian juga dengan seorang Administrator Diosesan. Segala hal yang diputuskan olehnya bersifat mengikat secara kanonik," tegas Saul.  

"Dalam konteks penetapan anggota MRPT utusan agama Katolik, segala keputusan yang dikeluarkan serta ditandatangi oleh Administrator Diosesan dan atau Delegatusnya tentulah bersifat mengikat dan berlaku untuk semua pihak," lanjut dia.  

Untuk menindaklanjuti sikap gereja Katolik tersebut, Ketua Komisi Kerawam Dekenat Teluk Cendrawasih, Marselus Gobai, beserta satu anggota Komisi Kerawam yang sempat hadir, Bartolomeus Mirip menegaskan, pihaknya siap untuk mengawal keputusan Administrator Keuskupan Timika tentang pembekuan rekomendasi terhadap anggota MPR Provinsi Papua Tengah, Pokja Agama.

"Kami akan kawal penerapan keputusan Administrator Keuskupan Timika, sejauh tidak ada peninjauan kembali selama penjaringan dan penetapan calon MRP Provinsi Papua Tengah," kata Marselus.  

*Pokja Agama Dihapus*

Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, Pr meminta agar pemerintah menghapus Pokja Agama dan menggantikannya dengan Pokja Pemuda.  

{bbseparator} 

Pastor Administrator menilai, MRP adalah lembaga kultural namun akhir-akhir ini dijadikan sebagai lembaga politik. Orang berebut kursi MRP baik dengan cara yang wajar maupun tidak wajar.  

Hal ini, menurutnya, mengakibatkan lembaga agama sebagai pelindung dan penjaga nilai-nilai moral direduksi fungsinya menjadi sarana untuk merebut kekuasaan. Moralitas manusia tidak bisa lagi dikontrol oleh agama, karena fungsi ini diboncengi kepentingan politik.

"Maka kami menilai, MRP Pokja Agama tidak cocok lagi, kalau perlu pemerintah ganti dengan Pokja Pemuda. Karena agama tidak bisa diklaim oleh suku tertentu dan kelompok tertentu, agama mesti berada di atas semua kepentingan," pungkasnya.

 

Reporter: Sevianto


Komentar

Berita Lainnya