Masuki Tahun Politik, KPK Kampanyekan 'Hajar Serangan Fajar'

Senin, 03 Juli 2023 20:19 WITA

Card image

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) dan Menko Polhukam (kanan) saat Menghadiri Media Gathering Dalam Rangka Sosialisasi Pemilu 2024 di Jakarta, Senin (3/7/2023). (Foto: Dok.KPK)

Males Baca?

 

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkampanyekan slogan 'hajar serangan fajar' menjelang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Kali ini, KPK menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta media untuk mengkampanyekan slogan tersebut.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui peran media sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Terutama korupsi di sektor politik. Oleh karenanya, Alex berharap media dapat terus berperan aktif menggencarkan upaya pendidikan antikorupsi bagi masyarakat, terutama jelang pemilu mendatang. 

"Mewakili KPK dan Kemenkominfo, mari kita sukseskan pemilu berintegritas dan menggandeng masyarakat untuk memilih calon yang berintegritas dan memiliki kapasitas. Bersama kita kampanyekan pemilu Hajar Serangan Fajar," ungkap Alex melalui keterangan resminya, Senin (3/6/2023).

Untuk memaksimalkan pencegahan korupsi di sektor politik, KPK bersama Kemenkominfo menggelar _media gathering_ dalam rangka sosialisasi pemilu 2024 di Jakarta, hari ini. Dalam pertemuan itu, KPK menyoroti masih banyaknya kepala daerah yang korupsi.

Salah satu penyebabnya adalah _money politic_ dalam pemilu. Menurut Alex, salah satu bentuk _money politics_ yakni serangan fajar. Oleh karena, KPK terus mengkampanyekan tolak politik uang. Sebab, politik uang memunculkan sosok pemimpin yang tidak memiliki kapasitas dan integritas.

"Sebuah pertanyaan besar, Kenapa banyak kepala daerah yang korupsi, ternyata biaya politik yang mahal akar masalahnya," jelas Alex.

Lebih lanjut, Alex menyampaikan bahwa berdasarkan survei Kemendagri dan KPK, biaya alokasi calon kepala daerah/walikota/bupati adalah 20-30 miliar rupiah, dan belum dapat dipastikan menang. Sehingga, terbayang berapa banyak biaya yang harus dilipatgandakan jika ingin menang. 

Tak jarang, dana sponsor/vendor daerah setempat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi biaya politik. Melalui pendanaan tersebut, calon yang didukung diharapkan dapat menang dan akan mempermudah vendor dalam lelang proyek pembangunan nantinya.

Politik uang termasuk pelanggaran dalam pilkada. Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon yang melakukan politik uang bisa mendapat sanksi administratif sampai pidana. Karenanya, seluruh pihak harus mampu dengan tegas menolak adanya praktik politik uang yang sejatinya merusak iklim dan sistem demokrasi bangsa Indonesia.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya