Sidang Pengadaan Helikopter, JPU Minta Hakim Menolak Eksepsi Johannes Rettob

Senin, 27 Mei 2024 08:10 WITA

Card image

Tim kuasa hukum Johannes Rettob Iwan Niode, saat wawancara dengan wartawan, Selasa (20/6/2023). (Foto: Edy/MCW)

Males Baca?

 

JAYAPURA - Sidang perkara dugaan korupsi pengadaan serta pengelolaan pesawat  dan helikopter di lingkungan Pemkab Mimika kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura.

Di mana agenda sidang yakni tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawati.

Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta hakim untuk menolak seluruh eksepsi tim kuasa hukum. JPU juga memohon hakim untuk mengabulkan dakwaan JPU. 

Yakni menerima pendapat penuntut umum untuk seluruhnya, menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah cermat, jelas dan lengkap sesuai ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP.

"Agar menolak eksepsi atau keberatan penasehat hukum terdakwa Johannes Rettob untuk seluruhnya dan melanjutkan persidangan untuk memeriksa materi pokok perkara," kata JPU Ricky Raymond Biere dalam eksepsi, Selasa (20/6/2023).

Sidang pun kemudian ditunda dan akan kembali dilakukan, Selasa (27/6/2023) mendatang, dengan agenda putusan sela. 

Sementara tim kuasa hukum Johannes Rettob dan Silvi Herawaty, Iwan Niode dalam kesempatan terpisah menanggapi pendapat JPU atas eksepsi terdakwa pada sidang tersebut.

"Itu nanti biarlah majelis Hakim yang mengambil sikap, dan memutuskan apakah eksepsi ini dikabulkan atau tidak.
Namun intinya permohonan putusan sela itu dikabulkan hakim," ucap Iwan.

Menurutnya hal penting yang harus diketahui bahwa, materi persidangan tersebut adalah perkara baru, termasuk hal ini diyakini majelis hakim dengan adanya putusan sela 27 Juni mendatang.

{bbseparator}

"Ini bukan lanjutan dari perkara yang pertama, di mana hakim sudah mengabulkan eksepsi dan menolak sebagian dakwaan JPU. Ini tidak tunduk pada putusan MK beberapa waktu lalu yang mengatakan akan diputus pada putusan akhir. Ini poin pentingnya," katanya.

Hal lain yang akan menjadi poin perlawanan pihaknya adalah Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) atas kasus tersebut adalah kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). 

"Sprindiknya KKN, bukan kasus korupsi, sehingga menurut kami dakwaan ini kabur dan tidak punya cantolan atau dasar hukum, karena Sprindiknya itu hanya untuk kasus KKN," tegasnya.


Reporter: Edy
Editor: Ady


Komentar

Berita Lainnya