Syamsudin Seknun Tegaskan Sikap Bupati Teluk Bintuni Terkait DBH Migas Sudah Tepat

Senin, 24 Oktober 2022 21:14 WITA

Card image

Anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Syamsuddin Seknun, (Foto: haiser/mcwnews)

Males Baca?

 

MANOKWARI - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Papua Barat Filep Wamafma menuding Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw tidak paham aturan.

Hal itu karena Petrus Kasihiw menolak menanda tangani berita acara hasil kesepakatan dana bagi hasil minyak dan gas bumi (DBH Migas) di Kabupaten Sorong.

Pernyataan Filep Wamafma tak urung memantik reaksi anggota Bapemperda DPR Papua Barat Syamsudin Seknun dengan memberikan tanggapan.

"Bahwa langkah yang dilakukan Bupati Teluk Bintuni sudah sesuai Pasal 117 Undang-undang nomor 1 tahun 2022, tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ucapnya kepada awak media, Senin (24/10/2022) di Manokwari.

Anggota DPR Papua Barat Dapil Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Fakfak dan Kaimana ini mengatakan, dalam skema yang disepakati yaitu dari 70 persen dijadikan 100 persen.

Namun pihak pemprov menginginkan 30 persen sedangkan 70 persen dibagi rata kepada semua 13 kabupaten/ kota se Papua Barat.

Menurutnya, pembagian skema ini sudah bertentangan dengan Pasal 117 Undang-undang nomor 1 tahun 2022 dan Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang otonomi khusus Papua.

"Saya mau tanya kepada saudara saya Filep Wamafma, ketika berstatmen beliau tahu apa tidak isi dari berita acara yang ditanda tangani semua Bupati/ Wali Kota yang kemudian ditolak tanda tangani oleh Bupati Teluk Bintuni. Seharusnya saudara Filep mendukung langkah yang dilakukan Bupati Teluk Bintuni," ujarnya.

{bbseparator}

Legislator muda ini menegaskan, pernyataan Filep yang mengatakan penolakan Bupati Teluk Bintuni seakan-akan tidak memahami aturan adalah salah. Justru hal itu tepat dilakukan Bupati Kasihiw untuk meluruskan amanat UU Otsus dan UU Nomor 1 tahun 2022.

Syamsuddin Seknun lalu menerangkan, dalam revisi Perdasus nomor 3 tahun 2019 tentang DBH Migas, Bapemperda telah melakukan harmonisasi ke bina Keuangan Daerah Kemendagri.

Pihaknya juga sudah mendapat penjelasan yang tertuang dalam surat Dirjen Bina Keuangan Daerah nomor : 188.34/26728/Keuda tanggal 25 Agustus 2022 kepada Direktorat PHD.

Di mana Perdasus nomor 3 tahun 2019 dikembalikan kepada pemerintah provinsi untuk diperbaiki, rujukannya ada pada Undang-undang nomor 1 tahun 2022 dan Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang otsus Papua.

Karena pada saat penetapan Raperdasus menjadi Perdasus nomor 3 tahun 2019 tentang DBH Migas, formulasinya masih merujuk pada UU nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan UU nomor 21 tahun 2001.

Dalam UU Nomor 33 tahun 2004 mengamanatkan bahwa presentase awalnya 55 persen pemerintah daerah dan 45 persen untuk pemerintah pusat itu berubah, di dalam UU Nomor 1 tahun 2022 dan UU nomor 2 tahun 2021 dirubah menjadi 70 persen pemerintah daerah sedangkan 30 persen untuk pusat 

"Dalam skema pembagian persentase sudah jelas di mana dalam Perdasus 3 tahun 2019 itu mengatur tentang 3 pembagian yaitu provinsi, kemudian daerah penghasil dan daerah non penghasil," ungkapnya. 

"Tetapi ketika lahirnya UU nomor 1 tahun 2022 mengamanatkan 5 pembagian yaitu pemprov, daerah penghasil, daerah terdampak, daerah non penghasil dan daerah pengelola. Ketika rumusannya seperti begini seharusnya Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Sorong lebih besar dari daerah lain, ini rumusan Undang-undang, wajar dong Bupati Teluk Bintuni tolak," tegas mantan Wakil Ketua Bapemperda DPR Papua Barat itu. 

Dirinya menduga informasi atau penjelasan diterima Filep Wamafma salah sehingga berstatmen tidak sesuai, padahal substansi dari anggota DPD RI dengan keinginan Bupati Teluk Bintuni sama tujuannya. 

"Saya minta kepada saudara saya untuk mengklarifikasi statmen yang sudah disampaikan karen tidak sesuai," tukasnya. 

(Haiser Situmorang)


Komentar

Berita Lainnya