Dominggus Urbon Sebut Pembagian DBH Migas Diatur Pusat

Rabu, 26 Oktober 2022 17:06 WITA

Card image

Wakil Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat, Dominggus Urbon. (Foto: haiser/mcwnews)

Males Baca?

 

MANOKWARI - Persoalan penolakan penanda tanganan berita acara hasil kesepakatan dana bagi hasil minyak dan gas bumi (DBH Migas) di Kabupaten Sorong oleh Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw pekan lalu terus bergulir.

Wakil Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Dominggus Urbon turut menanggapi polemik yang juga melibatkan Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Filep Wamafma dengan anggota Bapemperda DPR Papua Barat, Syamsudin Seknun.

Kepada wartawan Dominggus Urbon yang mengaku tidak mendukung salah satu pihak ini mengatakan, pemahaman tentang DBH Migas harus dipahami secara baik.

"Ini agar tidak menimbulkan interprestasi berbeda dan menimbulkan potensi polemik," ungkapnya, Rabu (26/10/2022). 

Ia lalu memaparkan, pertama DBH Migas adalah pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Kedua dalam instrument keuangan, DBH Migas diberikan dalam rangka perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Kemudian ketiga, DBH Migas diberikan untuk mengurangi kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (vertical imbalance), atau pembagian dengan porsi yang wajar antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil.

{bbseparator}

"Kesenjangan antar daerah (horizontal imbalance) atau pembagian secara merata bagi daerah bukan penghasil yang berada di dalam wilayah provinsi yang sama dengan daerah penghasil," terangnya.

Terkait DBH Migas lanjut Dominggus Urbon, dirinya yang di Banggar (badan anggaran) pernah menanyakan ke tim TAPD Provinsi Papua Barat tentang DBH Migas. 

Menurut Pemerintah Provinsi Papua Barat, apa yang diberikan oleh pemerintah pusat berdasarkan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pusat dengan daerah, sesuai Pasal 117 dan Menteri Keuangan PMK 107 Peraturan Menteri Keuangan.

"Maka sudah dialokasikan untuk minyak itu 15.50 persen dan untuk gas itu 30.5 persen," jelasnya.

Ditambahkan, ia sempat mengira DBH Migas untuk daerah 70 persen, namun ternyata tidak. Gas diperoleh 30,50 persen yang kemudian oleh pusat diatur menjadi 6 persen untuk provinsi, 12 persen untuk daerah penghasil, dan 12 persen lainnya untuk daerah atau kabupaten/Kota non penghasil sebagai pemerataan dari DBH Gas. 

"Kalau minyak dari pusat diperoleh 15,50 persen dan mengatur komposisinya 3 persen untuk provinsi, 6 persen untuk daerah penghasil, 6 persen untuk daerah pemerataan kabupaten/kota non penghasil, kemudian ada juga 0,5 persen (lihat diagram)," bebernya.

Dengan adae polemik tersebut, Dominggus menyampaikan Undang-undang ini dibuat oleh pemerintah pusat kemudian diimplementasikan dan di kordinasikan ke daerah. Dan ini sudah dibahas sebelumnya dalam perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (UU.No.1 Tahun 2022).

{bbseparator}

"Ada beberapa skenario yang sudah diatur, jadi provinsi itu dapat 6 persen, daerah penghasil 12 persen dan daerah non penghasil 12 persen, itu yang mengatur pusat bukan kita," ujarnya.

Dominggus Urbon kemudian berpesan karena sekarang dalam kondisi ekonomi sulit, masyarakat adat juga memiliki persolaan pendidikan, kesehatan dan berbagai macam kebutuhan, sehingga dirinya menyarankan agar diambil saja.

"Itu coba dieksekusi saja supaya masyarakat segera mendapatkan hak mereka karena masyarakat adat ini kan tidak terlalu ikut campur dengan persolaan atau masalah-masalah, kita harus lebih bijak saja memprioritaskan masyarakat saja. Prioritas untuk menolong masyarakat itu lebih utama, bukan berarti kita mengabaikan keadilan. Undang-undang dibuat oleh pusat dan kita tinggal menjalankan saja," tegasnya.

Dominggus kembali memperjelas jika gas 6 persen untuk provinsi, 12 persen daerah penghasil dan 12 persen daerah non penghasil totalnya 30 persen. Jika itu seratus, maka provinsi mendapat 20 persen, kabupaten penghasil 40 persen dan kabupaten/kota non penghasil untuk pemerataan 40 persen. 

"Saya rasa 40 persen untuk daerah penghasil migas seperti Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong dan mungkin juga Raja Ampat itu sudah cukup lumayan besar," ujar Dominggus Urbon. 

(Haiser Situmorang)


Komentar

Berita Lainnya