Siapa Berani Membela Sambo

Selasa, 30 Agustus 2022 11:15 WITA

Card image

Males Baca?

Seandainya Kita Menjadi Advokat Ferdy Sambo (bagian 1 dari 3 bagian)
Oleh Wina Armada Sukardi, advokat


KARIER Ferdy Sambo tamat sudah. Dia yang sebelumnya bagaikan hidup di awang-awang, kini justru menukik memasuki fase paling nadir dalam kehidupan dan penghidupannya. Dan itu terjadi sedemikian cepat.
Dua bintang yang menempel di pundak Sambo sudah dicopot. Jabatan mentereng Kadiv Propam pun sudah melayang. Keanggotaannya di Polri  telah pula diberhentikan dengan tidak hormat . Sebelumnya, telunjuk Sambo  yang begitu berkuasa menentukan seorang polisi dapat digiring ke dalam  sebuah sidang etik, masuk sel atau tidak, kini justru Sambo sendirilah yang duduk di kursi pesakitan sidang etik, dan harus meringkuk dalam jeruji besi.

Sambo juga masih harus menghadapi azab yang tak kalah keras. Dia dapat diancam hukuman mati atau seumur hidup. Sekurang-kurangnya 20 tahun penjara.

Tak heran jika para “loyalisnya” yang selama ini mengerubunginya dan memberikan puja-puji,  sudah menjauhinya, terang-terangan atau secara terselubung. Tak hanya itu, orang-orang atau polisi yang pernah dibantu pun tak lagi mengingat pertolongan yang pernah diberikan oleh Sambo kepada mereka. Kalau pun bertemu , mereka cuma berbasa-basi sebagai mantan atasan atau orang yang pernah menolong. Selebihnya,  Sambo dililit sepi yang sejati.

*Kesengsaraan yang Sempurna*
Sementara di luar urusan hukum formal, masyarakat mencela dan menghujatnya. Sambo menjadi sasaran kemarahan masyarakat. Sambo dijadikan contoh manusia yang tidak bersyukur karena walaupun telah diberikan kekuasaan, kesejahteraan, istri yang telah memberikan tiga anak, bukan merawat amanah yang diberikan itu, tetapi malah melakukan dugaan pembunuhan yang meluntuhlantakan harkat dan martabatnya, dan keluarganya. Maka di tulisan atau percakapan sehari-hari maupun media sosial kita dapat mendengar ,”Dasar Sambo kelewat batas!” Atau “Karena tak dapat menjaga amanah, Sambo memang wajar dikasih hukuman kontan oleh Tuhan” dan sebagainya.

Sambo yang sebelumnya sedemikian berwibawa, saat ini menjadi bahan olok-olok. Tindakan polisional  atau atas nama hukum dia sebelumnya,  lantas mulai banyak dikulik dan dimaki. Sudah tak jelas lagi mana yang benar dan mana yang sekedar kabar atau fitnah. Dia menjadi semacam “musuh bersama” yang menjadi “sah” dilaknat apapun.

Celakanya, Sang Istri, Putri Candrawati, juga ikut senasib dan sepenanggungan. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan yang ancaman hukuman sama dengan suami: hukuman mati, seumur hidup atau sekurang-kurangnya 20 tahun. Sosialita kelas atas  dengan barang-barang branded itu, harus hidup berdampingan dengan para pencuri di super market, penipu dan juga pembunuh lainnya. Kurang apa lagi derita Sambo? Kesengsaraan yang nampaknya sudah sempurna. Sambo oh, sambo!

*Konsukuensi Advokat Sambo.*
Nah, jika Sambo dalam keadaan demikian,  dia lantas meminta bantuan kita menjadi advokat, pengacara atau penasehat hukumnya, akankah kita bersedia membelanya? Tidakah kita takut juga bakal dihujat hebat oleh masyarakat?  Ini menyangkut konsekuensi yang berat bagi siapapun yang bersedia menjadi advokatnya.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya