Tersangka Pengadaan Pesawat dan Helikopter Pemda Mimika Miliki Hubungan Kekeluargaan

Selasa, 14 Maret 2023 15:54 WITA

Card image

Ketua BEM Uncen Salmon Wantik saat memberikan keterangan di depan Pengadilan Tipikor Jayapura, Selasa (14/3/2023). (Foto: Edy/mcw)

Males Baca?

 

JAYAPURA - Kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika yang melibatkan Plt. Bupati Mimika Johanes Rettob masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jayapura.

Tidak sedikit pihak meminta proses hukum kepada Johanes Rettob segera dilakukan, pascapenetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua sejak Kamis (26/1/2023) lalu.

"Malah Johanes Rettob sudah menjadi terdakwa karena kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," kata Salmon Wantik dari BEM Uncen, Selasa (14/3/2023).

Kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp43 miliar ini bermula pada tahun 2015 silam, di mana kala itu Johannes Rettob menjabat Kadis Perhubungan Kabupaten Mimika. 

Selain Johannes Rettob, Kejati Papua juga menetapkan tersangka terhadap Direktur PT. Asian One Air berinisial SH.

Kejati menilai keduanya melakukan pemufakatan dan paling bertanggung jawab atas proses pengadaan pesawat terbang jenis Cessna Grand Caravan C-208 B EX dan helikopter Airbus H 215 dengan nilai proyek sebesar Rp85 miliar.

Belakangan terkuat bahwa kedua tersangka memiliki hubungan kekerabatan. Di mana HS adalah ipar JS. Namun atas dasar perputaran roda pemerintahan, JS tidak ditahan. 

Pelimpahan berkas sudah dilakukan pihak Kejati Papua beberapa waktu lalu, dan atas itu, JS keberatan dan mengajukan praperadilan. Dukungan atas penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejati Papua terus mengalir dari berbagai pihak.

"Sebagai anak bangsa penerus cita-cita NKRI, maka kami BEM Uncen terpanggil untuk memberi dukungan moral kepada penegak hukum baik Kejati Papua, Hakim Pea Peradilan dan Hakim Tipikor," terang Salmon Wantik.

{bbseparator}

Menurutnya, Kejati Papua telah tepat menetapkan tersangka kepada keduanya. Sehingga apapun langkah hukum yang diambil JS adalah hanya  untuk pembenaran semata. 

"Kami lihat mereka melakukan pemufakatan jahat atas pengadaan pesawat dan helikopter ini, dengan melakukan akuisisi/pemindahan kepemilikan PT. Asian One Air dan mengangkat SH sebagai komisaris. Dan tidak melakukan pelelangan untuk pengadaan dan Operasional Pesawat dan helikopter, dengan menggunakan uang APBD," bebernya.

Yang miris lagi, kata Wantik, keduanya mungkir dari Pengadilan Tipikor Jayapura. Sehingga sikap keduanya dinilai tidak taat terhadap hukum peradilaan Indonesia, yang tentu untuk kasus korupsi tidak tebang pilih.

"Maka kami minta tersangka segera ditangkap, tidak ada hak istimewa kepada pelaku korupsi. Karena pejabat Papua saja bisa taat hukum, ditangkap dan dihadiri karena kasus korupsi. Hukum harus adil kepada semua orang, tanpa terkecuali," tegasnya.

Sementara Kejati Papua melalui Kepala Penerangan Hukum Kejati Papua Aguwani kepada awak media beberapa waktu lalu membeberkan prihal awal kasus tersebut terjadi. 

Awalnya kata Aguwani, JS membuat tim kecil untuk pengadaan pesawat dan helikopter tersebut. Setelah dibeli, JS mengakuisisi PT.Asian One Air senilai Rp1,6 miliar dengan kepemilikan saham 214 ribu lembar.

"SH Direktur PT Asian One Air adalah kakak ipar JS, dan awal atas rencana pengadaan itu, Dinas Perhubungan menganggarkan pengadaan pesawat senilai Rp74,4 miliar pada APBD 2015. Kemudian pada APBD Perubahan muncullah Rp85,7 miliar," jelasnya.

Reporter: Edy
Editor: Ady


Komentar

Berita Lainnya