YLBH Sisar Matiti Beri Masukan Terkait DBH Migas

Sabtu, 29 Oktober 2022 01:42 WITA

Card image

Direktur YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH (Foto: Dok.haiser/mcwnews)

Males Baca?


BINTUNI - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti Kabupaten Teluk Bintuni memberi usulan agar pembagian hasil minyak dan gas bumi (migas) yang adil, seharusnya memperhatikan formulasi yang lebih untuk daerah terdampak langsung.

Menurut Direktur YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, formula pembagian 70 persen bagian dari Papua dan Papua Barat yang bersumber dari gas bumi diatur pembagiannya dalam dua skema.

"Untuk DBH minyak bumi yang 70 persen, 15,5 persen dibagi oleh pemerintah pusat dengan menggunakan UU nomor 1 tahun 2022 tentang HKPD pada Pasal 117 ayat 2, dan 15,5 persen yang diatur dan dibagi langsung oleh pemerintah kepada daerah-daerah dengan menggunakan 5 kategori," ujarnya kepada mcwnews.com, Sabtu (29/10/2022) di Bintuni, Papua Barat.

Pertama provinsi mendapat bagian 2 persen dan kemudian kabupaten atau daerah pengasil 6,5 persen, kemudian kabupaten/ kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil,  mendapatkan 3 persen.

Kemudian kabupaten/kota lainnya dalam Provinsi Papua barat mendapat 3 persen dan 1 persen diberikan kepada daerah pengolah. Hal ini yang dimaksudkan 15,5 persen yang diatur pembagiannya oleh pusat membagi 5 kategori sisa dari 70 persen tadi sisa 54,5 persen.

“Inilah yang dibagi oleh Provinsi Papua berdasarkan UU Otsus nomor 2 tahun 2022 Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 34 ayat 7, serta PP 107 tahun 2021 Pasal 29 ayat 3 dan PMK 76 tahun 2022 Pasal 19 ayat 3 dan 4, di mana pembagiannya harus memperhatikan prinsip adil yang dimaksud dengan adil adalah daerah penghasil harus mendapat bagian lebih besar dari daerah lainya," ujarnya.

Kedua prinsip transparan, yakni prinsip tersebut merumuskan alokasi mulai dari rancangan kesepakatan bersama atau terbitnya perdasus dengan mengutamakan transparansi melalui pembahasan bersama.

"Kemudian yang dimaksud dengan limbah adalah memastikan adanya keseimbangan fiskal antara kabupaten penghasil dengan non penghasil,” jelas Akwan.

{bbseparator}

Menurutnya, DBH juga harus memperhatikan orang asli Papua. Artinya orang asli Papua dan daerah tertinggal yang menjadi spirit pembagian, yakni pembagian ini harus dibahas secara baik agar formulasinya memberikan rasa keadilan kepada daerah pengasil sehingga terwujud prinsip keadilan.

"Aturan sudah sangat jelas sehingga pembagiannya jangan dikaburkan," kata Yohanes Akwan.

Ditambahkan, pembagiannya sudah ada di dalam Pasal 117 yakni 30,5 persen dibagi oleh pemerintah pusat dengan menggunakan UU nomor 1 tahun 2022 pada Pasal 117 ayat 3 bagian.

Provinsi 4 persen, kabupaten penghasil 13,5 persen, kabupaten berbatasan langsung 6 persen, kabupaten lainnya dalam Provinsi Papua Barat 6 persen dan 1 persen untuk daerah pengolah supaya cukup 30 persen.

"Ada 39,5 persen tadi yang harus diatur pembagiannya dengan menggunakan UU Otsus Nomor 2 tahun 2021 PP 107 tahun 2021 dan PMK nomor 76 tahun 2022 itu. Nah, 39,5 persen ini yang harus dibagi kedalam 5 kategori daerah provinsi, kabupaten/kota pengasil dan kabupaten berbatasan serta kabupaten lainnya dan kabupaten pengolah. Berapa bagian provinsi itu yang harus diatur secara adil," ucapnya.

Ia menuturkan, jika dilihat formula pusat 4 persen saja diberikan ke provinsi 13,5 persen dikasih ke daerah penghasil.

"Artinya bahwa kalau kita mau menggunakan formula-formula itu, ini bisa diatur secara baik tetapi ini ada terjadi perdebatan karena tim dari provinsi mengambil bagian lebih besar dari daerah pengasil dan daerah lainya," terang Direktur YLBH Sisar Matiti.

"Maka dari itu, bahwa pembagian DBH Migas oleh provinsi harus memperhatikan 3 prinsip tadi di atas agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial karena perintah UU sangat jelas. Oleh sebab itu kita semua harus taat asas," tandasnya.

(Haiser Situmorang)


Komentar

Berita Lainnya