Komponen Masyarakat Bali Tolak Penyebaran Nyamuk Wolbachia

Selasa, 07 November 2023 14:11 WITA

Card image

Humas Puskor Hindunesia Dewa Putu Sudarsana didampingi Jubir Gladiator Bangsa Prof Richard Claproth saat konferensi pers menolak Metode Wolbachia di Denpasar, Senin (6/11/2023). (Foto: GND)

Males Baca?

DENPASAR - Rencana pelepasan 200 juta telur nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Denpasar, Bali, yang dijadwalkan 13 November 2023 menimbulkan banyak penolakan. Pasalnya, program itu dianggap akan menimbulkan wabah yang menakutkan dan ganggu pariwisata.

Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) bahkan menolak tegas implementasi Metode Wolbachia di Bali yang akan melepaskan sekitar 200 juta telur nyamuk Wolbachia dengan alasan menekan penyebaran nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah dengue (DBD). 

"Saya dengar dua hari lalu berita di media yang menyebutkan akan disebarkan dua ratus juta nyamuk Wolbachia di Denpasar dan Singaraja. Ini bikin cemas dan sangat mengkhawatirkan. Apalagi keresahan itu juga dirasakan oleh komunitas 'Save Bali from The Mosquitos' merupakan group lokal dan nasional, dan 'Bali Solidarity' merupakan group relawan orang asing yang concern dan antusias melakukan penolakan terhadap program Wolbachia karena di balik itu telah berdampak (buruk) di Srilanka dan Colombia," ungkap Humas Puskor Hindunesia I Dewa Putu Sudarsana didampingi Juru Bicara Gladiator Bangsa Prof Richard Claproth di Denpasar, Senin (6/11/2023).

Ironisnya lagi dikabarkan di Negara Sri Lanka justru menimbulkan 61 ribu kasus dengue baru pascaprogram penyebaran telur nyamuk yang massif itu diterapkan. Adanya kegagalan metode Wolbachia di beberapa negara itulah yang memotivasi dirinya untuk bergabung dalam program yang terdiri dari para expert (pakar, ahli).

"Di sana kami mengenal Profesor Richard, Profesor Suryadarma, ada Profesor Yuda. Nah di sini kami mengetahui informasi akurat tentang rekayasa genetika," sebut Sudarsana.

Di sisi lain pihaknya menjelaskan Puskor Hindunesia mendahulukan kearifan lokal dengan membangkitkan local genius di tatanan daerah masing-masing. 

"Nah Bali memiliki hal itu melalui upacara secara niskala (alam spiritual), melabuh gentuh, nangluk merana (tolak bala). Dan, guru wisesa (pemerintah) kita punya 3 M, menguras, menutup, dan mengubur dalam menekan penyebaran nyamuk DBD yang sudah kita lakoni. Ini sebuah motivasi, diberikan tanggung jawab kepada orang Bali, yang tinggal di Bali, bagaimana menjaga alam Bali secara simultan. Di satu sisi sekarang pemerintah diberikan nyamuk Wolbachia yang katanya untuk menghindari kita dari DBD. Ini kan irrasional alias tidak masuk akal," tuturnya.

Seharusnya menurut Sudarsana manusia yang menjaga alam, bukan sebaliknya. Nyamuk dari hasil rekayasa genetika, ini malah disuruh menjaga Bali. 

"Ini kan punya dampak. Kemarin kita sudah suarakan penolakan di acara 'car free day'. Apalagi program Wolbachia ini dari Yayasan (Save the Children) dari Australia. Yang menyangkut nyawa orang banyak harus mengikuti regulasi yang ada di Indonesia. Negara ini berdasarkan hukum. Kami tegas menolak program Wolbachia karena belum ada kajian scientific dan jurnal yang menyatakan hasil yang positif dan dampak jangka panjangnya," tandas Sudarsana.

Kekhawatiran yang sama juga dilontarkan Prof Richard sekaligus menolak tegas Metode Wolbachia karena Yayasan Save the Children telah melakukan pembohongan publik.


Halaman :

Komentar

Berita Lainnya